Tak ada yang kebal terhadap krisis pangan. Dunia yang mengalami krisis pangan pada 2008 lalu kini kembali dihadapkan dengan ancaman krisis pangan lanjutan. Pandemi Covid-19 menyebabkan arus perdagangan pangan dunia terganggu. Inilah saatnya berpihak pada petani, peternak, dan nelayan, yang pada gilirannya akan menuntaskan masalah krisis pangan dan gizi, mensejahterakan petani, peternak, nelayan, serta memajukan industri olahan dan menciptakan perekonomian yang lebih berkeadilan termasuk melalui pengembangan lumbung pangan (food estate).
Pertanian dan pangan merupakan kunci untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Namun, potensi ini perlu didukung upaya pemulihan konsumsi domestik yang juga tertekan oleh pandemi. Di sinilah perlunya sejumlah langkah dan kebijakan strategis seperti pemberian insentif untuk memaksimalkan kekuatan pasar, mendorong daya beli masyarakat, meningkatkan daya saing, konsumsi pangan, dan produksi pangan dalam negeri.
Di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional, salah satu sektor yang dapat diandalkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, sosial dan politik adalah sektor pangan dan perikanan. Lapangan usaha pertanian justru mengalami pertumbuhan tinggi di saat sektor yang lain sedang melemah pada kuartal-II 2020. Di saat nilai ekspor Indonesia secara keseluruhan menurun, kinerja ekspor sektor pertanian dan perikanan justru menunjukkan tren positif. Namun, pandemi Covid-19 menghambat perdagangan ekspor-impor antar-negara akibat kebijakan pembatasan lalu lintas manusia. Diharapkan hambatan tersebut bisa diatasi dengan kebijakan Travel Corridor Arrangement (TCA) atau juga dikenal dengan Reciprocal Green Lane (RGL).
Pandemi Covid-19 membuktikan bahwa sektor pertanian masih menjadi tumpuan bagi pemulihan ekonomi nasional. Kehadiran UU Cipta Kerja diharapkan membuka kran investasi untuk meningkatkan ketahanan pangan, pemanfaatan lahan, pembangunan food estate, sarana teknologi penanganan pasca panen, serta penerapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam industri agribisnis.